Bukan Pendorong, Melainkan Rem: Kapan Politik Menghambat Kemajuan?
Politik, pada dasarnya, adalah seni mengelola masyarakat untuk mencapai kesejahteraan bersama. Namun, seringkali ia justru berubah menjadi belenggu yang menahan laju progres sosial dan ekonomi. Kapan fenomena ini terjadi?
Politik mulai menjadi penghambat ketika:
-
Polarisasi Ekstrem dan Fanatisme Partisan: Ketika kepentingan kelompok atau partai diletakkan di atas kepentingan negara. Perdebatan konstruktif berubah menjadi pertikaian tanpa ujung, menghasilkan kebuntuan legislatif dan menghambat lahirnya kebijakan penting yang dibutuhkan masyarakat. Proyek-proyek strategis bisa tertunda atau bahkan dibatalkan hanya karena perbedaan pandangan politik.
-
Fokus Jangka Pendek dan Populisme: Pemimpin yang hanya memikirkan siklus elektoral berikutnya cenderung membuat kebijakan populis yang memberikan keuntungan instan namun tidak berkelanjutan. Investasi jangka panjang pada pendidikan, infrastruktur krusial, atau riset dan pengembangan seringkali diabaikan demi janji-janji manis yang mudah dijual ke publik. Ini mengorbankan fondasi kemajuan di masa depan.
-
Korupsi dan Penyalahgunaan Kekuasaan: Ketika politik menjadi sarana untuk memperkaya diri atau kelompok tertentu, bukan melayani publik. Sumber daya negara dialihkan, efisiensi birokrasi menurun, dan kepercayaan masyarakat terhadap institusi publik runtuh. Korupsi adalah kanker yang menggerogoti potensi ekonomi dan sosial dari dalam.
-
Dogma Ideologis yang Kaku dan Penolakan Inovasi: Politik yang terlalu terpaku pada satu ideologi tanpa mau beradaptasi dengan perubahan zaman akan menolak solusi-solusi pragmatis atau inovasi yang sebenarnya bisa membawa kemajuan. Ketakutan akan perubahan atau keengganan untuk mengakui kesalahan menghambat adaptasi terhadap tantangan global yang dinamis.
Dampak: Ketika kondisi-kondisi di atas mendominasi, yang terjadi adalah stagnasi ekonomi, kesenjangan sosial yang melebar, layanan publik yang merosot, dan hilangnya harapan di tengah masyarakat. Politik yang seharusnya menjadi jembatan menuju masa depan yang lebih baik, malah berubah menjadi tembok penghalang.
Untuk kembali ke jalur progres, politik harus kembali pada esensinya: dialog, kompromi, dan keberanian untuk memprioritaskan kepentingan jangka panjang masyarakat di atas segalanya.









